"sadarkah kau bahwa terkadang, kita terus menunggu sesuatu yg menurut kita berlebih untuk diharapkan, padahal faktanya adalah hal yang lebih baik dari yang kita harapkan ada didepan kita. Selalu disamping kita" | "mungkin karna, manusia tidak pernah puas dan ia dibutakan oleh egonya"
Di pagi yang diiringi dengan mendungnya awan itu, aku terbangun dari mimpiku. Bersiap untuk menerjang hari baru. Pagi itu, ada yang berbeda dari hari ku. Mungkin itu karena aku akan menemui orang baru, pikirku. Gerimispun mulai turun menemani sepinya pagi itu. Seorang gadis tersenyum kepadaku, dia menyapaku. "hai," ujarnya, dengan senyum yang menurutku menyimpan banyak beban. Entahlah, mungkin hanya pikiran liar ku saja. "halo," sahutku. Dia pun mengajakku berbicara. Lalu sesaat kemudian, dia mulai terdiam. Bisa jadi ia gugup untuk memulai hari barunya itu. Tak lama kemudian, teman-temannya saling sahut menyaut mengajak ku berbicara.
Hujan pun berhenti. Tebalnya embun mulai menyelimuti jendela besar itu. Jendela yang dipenuhi dengan pemandangan pembangunan itu.Gadis itu mulai berbicara dengan temannya. Seolah ia sudah dikalahkan oleh gelapnya harapan akan hari esok. Aku mulai berusaha untuk mencuri-curi sebab kegelisahan yang menghantuinya sedari tadi itu. Tak banyak yang bisa kudengar. Namun satu hal yang pasti, ia kecewa dengan dirinya sendiri. Ia kecewa bagaimana ia tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang semestinya ia bisa lakukan. Ia terus menyalahkan dirinya atas kekalahan yang mungkin akan dia rasakan.
Suara gemuruhpun mulai membisingkan pendengaranku. Hilang pendengaran, ku dibuatnya.Sesaat kemudian, disaat ruangan itu dipenuhi dengan canda tawa, belai rindu, dan cerita konyol, ia terhenti, tak sadarkan diri, ia akhirnya melamun. Pintu besar yang setengah terbuka itu menjadi objek yang ia pilih untuk dilamunkannya. Satu menit. Lima menit. Lima belas menit. Setengah jam sudah ia tak henti memperhatikan pintu itu. Terlihat seperti sedang menunggu seseorang. Menyisihkan tempat duduk kosong disebelahnya. Bertanya "akankah ia datang" pada dirinya sendiri. Berusaha untuk menggugat lamunannya. Namun, ia tak kuasa. Satu jam pun berlalu. Aku tak bisa melepas pandanganku dari lamunannya. Seakan, pikirnya sudah diambil alih oleh seseorang. Seperti dihipnotis.
Pintu setengah tertutup itupun akhirnya ditutup dengan sempurna.Lamunannya terbuyar. Entah apa yang membuyarkannya, namun itu membuatku bersyukur. Bersyukur karna, kesadarannya akhirnya kembali. Walaupun tak sepenuhnya, walaupun raut wajahnya masih mengatakan "datanglah, kembalilah padaku, aku disini, tidakkah kau melihatku ? Aku disini, terus menunggumu, dari awal perjumpaan kita." ingin rasanya aku menyelamatkanmu. Namun, kau sepertinya sudah tenggelam terlalu dalam, jauh dari jangkauanku.
Genangan-genangan yang terbentuk dari gerimis itu, membuat refleksi akan dirimu nampak terlihat jelas.Namun kau terus-menerus menunggu. Seakan ia akan datang. Seakan ia akan mengisi kursi kosong yang sengaja kau kosongkan disebelahmu... Seakan, waktumu tak akan habis. Jujur, jika diperbolehkan, aku sangat ingin mengisi kursi itu. Andai kau sadar, bahwa menunggu ada batasnya. Andai kau sadar, disini, ada aku yang ingin berusaha untuk menyelamatkanmu, untuk membawamu berenang kembali kepinggiran pantai. Dimana aku bisa membutkanmu api unggun, sehingga kau
merasa hangat. Dimana aku akan berusaha untuk menyalakan kembali senyum bahagiamu yang sudah redup sedari dulu kala. Walaupun, hanya ada dia dibenakmu. Walaupun, cintamu untukku tidak sedalam untuk dia. Namun, aku rela untuk berenang bersama dalam laut cinta kita. Tidak seperti di yang menggali laut itu dan membiarkanmu tenggelam sendiri di dalamnya.
Malam itu, kau berusaha untuk tertawa. Tawa berat yang akhirnya berujung pada air mata.Bulan purnama menjadi teman kita malam itu. Malam yang seharusnya kita habiskan dengan canda
tawa. Malam yang semestinya kita habiskan untuk mengenal satu sama lain lebih dalam. Amun, itu semua akan terjadi dengan satu syarat. Dengn satu perandaian yang paling penting. Itu semua hanya akan terjadi jika saja kau berhenti menunggunya. Membuka pintu lain untuk individu yang lain, aku, contohnya. Jika saja, kau berhenti meperhatikan meja kosong yang terhampar di depan kita. Jika saja kau mulai memperhatikan siapa yang duduk disampingmu, dan apa yang akan ia lakukan untukmu dikemudian harinya.
Pegang janjiku, sekalipun gerimis menerjangmu, atau badai menghamparmu. Aku akan terus disini, disampingmu, menemanimu, dalam derasnya hujan. Walupun, gerimismu hanya untuk dirinya
P.S: Hold On - Michael Buble
No comments:
Post a Comment