Friday, October 17, 2014

Setahun Lalu




aku ingat setahun lalu, saat murka belum terucap
kita bersama
bersatu asa
ditempat yang sama.



Di satu pilar yang rapuh pada hari itu, kamu melepasku pergi. Ujarmu, jika kamu memang  mencintai seseorang, maka biarkanlah ia pergi, untuk terbang, untuk belajar menjelajahi hidup. Dan disinilah aku, berbulan-bulan sudah lamanya aku berlayang tanpamu. Berusaha memaknai dunia tanpa didampingi hentakan sayap milikmu.

Waktu demi waktu kian bergulir. Jam dilepas hari, hari ditaut minggu, dan minggu pun menumpuk menjadi bulan. Disetiap masanya, ada burung-burung lain yang terbang beriringan denganku. Sebisa mungkin aku menyamai ritme dengan mereka agar sejalan membentuk formasi melawan terpaan angin kenangan. Disetiap kicauan yang tersiul, batin ingin mengatakan bahwa aku siap untuk berpetualang pergi darimu. Secuil hati yang terpojok menyuruhku untuk berbahagia kembali. Sungguh, itu yang sedang aku usahakan.

Dan demi detik itu, aku bersumpah bahwa aku bisa. Bahwa aku kuat untuk menerjang badai dengan dia yang bukan kamu. Sungguh, dia mampu membuatku bersiul kembali. Siulan kebahagiaan yang sudah lama tidak aku dentingkan.  Namun apalah daya seekor burung lemah tanpa induknya ini. Di setiap malam yang tercipta, di setiap sudut kegelapan, burung ini masih mengicaukan namamu. 

Siapalah yang ku tipu, benak sang burung. Sejauh apapun ku berkelana, berapapun jarak yang ku tempuh, bahkan beribu burung lainnya pun tak akan bisa mencegahku untuk tidak kembali berlayar ke ranting yang sama. Kepergianmu masih begitu mendadak untukku. Disini aku masih berusaha melepasmu pergi, dan disana kau sudah mengicaukan lagu kemerdekaan.

Sayap ini bagai rusak dimakan rindu. Sungguh, bukannya aku tak berkeinginan. Namun asaku hanyalah fase pembodohan diri. Apalah guna dari semua upaya ini tatkala kesendirian menyelimuti hati, tetap hanya kau seorang yang aku ingini untuk mengobati patahnya sayap ini. Aku mengerti, bahwa melepasku pergi merupakan keputusan mutlak yang sudah disahkan seiring ketukan palu dari Sang Pencipta. 

Mungkin, kelak, kicauan ini bukan hanya fana semata. Mungkin, kelak, melepasmu pergi ku bisa. Mungkin, kelak, dia yang bukan kamu berbaik hati menunggu rapuhku kuat dengan bergilirnya waktu. Mungkin, kelak, setahun yang lalu hanyalah setahun yang lalu tanpa embel-embel ingatan akan hangatnya sayapmu didalamnya.

Namun, mungkin masih terlalu jauh untuk kugapai. Dan kelak masih terlalu dini untuk dijamah.



anggap saja semua salahku
lakukan saja sesukamu
asal kau kembali



jujur ku masih menanti

No comments:

Post a Comment